Rabu, 24 November 2010

Tata Upacara Bendera

ARTI

Tata : mengatur, menata, menyusun

Upa : rangkaian

Cara : tindakan, gerakan


Tata Upacara Bendera adalah :

1. Merangkaikan suatu tindakan atau gerakan dengan susunan secara baik dan benar.

2. Tindakan atau gerakan yang dirangkaikan serta ditata dengan tertib dan disiplin

Jadi Tata Upacara Bendera adalah tindakan dan gerakan yang dirangkaikan dan ditata dengan tertib dan disiplin. Pada hakekatnya upacara bendera adalah pencerminan dari nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan salah satu pancaran peradaban bangsa, hal ini merupakan ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.

SEJARAH

Sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia telah melaksanakan upacara, upacara selamatan kelahiran, upacara selamatan panen.

DASAR HUKUM

1. Pancasila

2. UUD 1945

3. UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

4. Inpres No. 14 tahun 1981 ( 1 Desember 1981 ) tentang Urutan Upacara Bendera

MAKSUD DAN TUJUAN

a. untuk memperoleh suasana yang khidmat, tertib, dan menuntut pemusatan perhatian dari seluruh peserta, maka disusunlah petunjuk pelaksanaan kegiatan ini.

b. menjadikan sekolah memiliki situasi yang dinamis dalam segala aspek kehidupan bagi para siswa, guru, pembina dan kepala sekolah. Sehingga sekolah memiliki daya kemampuan dan ketangguhan terhadap gangguan-gangguan negatif baik dari dalam maupun luar sekolah, yang akan dapat mengganggu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.

PEJABAT UPACARA

a. Pembina Upacara

b. Pemimpin Upacara

c. Pengatur Upacara

d. Pembawa Upacara

PETUGAS UPACARA

a. Pembawa Naskah Pancasila

b. Pembaca Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

c. Pembaca Do’a

d. Pemimpin Lagu

e. Kelompok Pengibar / Penurun Bendera

f. Kelompok Pembawa Lagu

g. Pemimpin kelompok kelas / regu

h. Cadangan tiap perangkat

PERLENGKAPAN UPACARA

1. Bendera Merah Putih

Ukuran perbandingan 2 : 3

Ukuran terbesar 2 X 3 meter

Ukuran terkecil 1 X 1,5 Meter

2. Tiang Bendera

Minimal 5 meter maksimal 17 meter

Perbandingan bendera dengan tiang 1 : 7

Ukuran yang ideal untuk sekolah tingkat SLTA 7 – 8 meter

3. Tali Bendera

Diusahakan tali yang digunakan adalah tali layar ( tali kalimetal )dan bukan tali plastik

Dan tali harus berwarna putih

4. Naskah-naskah

Intinya naskah harus terlihat selalu bersih

a. Pancasila

b. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

c. Naskah Do’a

d. Naskah Acara

SUSUNAN BARISAN UPACARA

1. Bentuk Barisan Satu Garis

Suatu bentuk barisan disusun dalam satu garis dan menghadap ke pusat Upacara, dengan formasi :

· Shaf Bershaf

· Banjar Bershaf

1. Bentuk barisan “ U “ / Angkare

Suatu barisan yang disusun dalam bentuk huruf “ U “ atau Angkare dan menghadap ke pusat Upacara, dengan formasi

· Shaf Bershaf

· Banjar bershaf

1. Bentuk Barisan “ L “

· Shaf Bershaf

· Banjar Bershaf

Catatan :

Susunan Barisan Upacara diatas adalah suatu bentuk yang ideal, tetapi hal tersebut dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan upacara yang tersedia.

UPACARA DALAM RUANGAN

Upacara yang dilakukan dalam ruangan tidak melaksanakan Upacara Bendera, karena Sang Merah Putih sudah hadir sebagai bendera ruangan.

Bendera ruangan adalah :

· Bendera yang dipasang pada tongkat bendera, terpancang pada standard bendera dan terletak disebelah kanan depan ruangan

· Bendera yang dilekatkan terbentang horizontal di tengah – tengah dinding depan dari ruangan

Bila ada bendera kedua, kita tidak perlu melakukan penghormatan, cukup dengan aba – aba : “ Sang Merah Putih maju ke tempat yang telah ditentukan “.

SUSUNAN ACARA UPACARA

PERSIAPAN

Dipilih dan disiapkan orang-orang yang memiliki kemampuan dan kesiapan untuk tugas tersebut. Bendera, Tali, Tiang, Teks, Pengeras suara, Mimbar, dipersiapkan. Perhatikan daerah sekitar lapangan agar tidak terjadi kekacauan pada saat pelaksanaan.

A. PENDAHULUAN

1. Pemimpin Kelas menyiapkan pasukannya

2. Pemimpin Upacara memasuki lapangan Upacara

3. Penghormatan kepada Pemimpin Upacara

4. Laporan Pemimpin Kelas kepada Pemimpin Upacara

Kemudian Pemimpin Upacara mengambil alih pimpinan peserta upacara diistirahatkan, (bersamaan dengan itu Tura menjemput Pembina )

A. ACARA POKOK

1. Pembina Upacara memasuki lapangan Upacara

Didampingi oleh Tura, saat Tura kembali ketempat semula, pendamping pembina/pembawa naskah Pancasila menempati tempat 2 langkah disebelah kiri belakang pembina Upacara

2. Penghormatan Umum

3. Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara

4. Pengibaran Sang Merah Putih

5. Mengheningkan Cipta

6. Pembacaan Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Format A : Petugas maju kedepan menghadap Pembina, Lapor

( untuk Lomba dan PHBN )

Format B : Petugas cukup maju kedepan 2 – 3 langkah )

( Upacara hari Senin )

7. Pembacaan Teks Pancasila

8. Amanat Pembina Upacara

9. Menyanyikan Lagu Nasional

10. Pembacaan Do’a

11. Laporan Pemimpin Upacara

12. Penghormatan Umum

13. Pembina Upacara meninggalkan lapangan Upacara

A. ACARA PENUTUP

1. Penghormatan kepada pemimpin Upacara

2. Pemimpin Upacara kembali ketempat semula

A. ACARA TAMBAHAN

1. Pengumuman – penguman

Acara sertijab, penyerahan piala, dsb

2. Peserta Upacara dapat dibubarkan

Dilakukan oleh Pemimpin Pasukan, Pemimpin pasukan adalah petugas yang mengawali dan mengakhiri jalannya upacara

Keterangan :

Pembacaan Teks Pancasila dan Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 1945 dapat dibalikkan posisinya pada Upacara Kesaktian Pancasila.

Upacara penurunan bendera, setengah tiang, dalam ruangan :

Suasana upacara sama dengan upacara bendera hanya pada waktu penurunan bendera dilakukan setelah pembacaan do’a, bendera dinaikan satu tiang penuh seiring dengan selesainya lagu, baru kemudian diturunkan setengah tiang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

· Semua yang hadir pada saat upacara hendaknya melakukan sikap sempurna.

· Gangguan dalam upacara

- Apabila kerekan bendera macet, upacara dilanjutkan setelah kerekan dibetulkan. Apabila kerekan putus, kelompok pengibar bendera mengibarkan / membentangkan bendera sampai upacara selesai. Apabila roboh tiangnya, maka upacara ditangguhkan dan apabila hujan turun saat upacara tengah berlangsung maka upacara dilanjutkan (lebih lengkapnya baca petunjuk TUB tahun 1995).


Rabu, 17 November 2010

Sejarah Bekasi

Sejarah Bekasi tempo dulu Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda KElapa, Depok, Cibinong, Bogor hingga ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai Ibukota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang.

Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang terakhir. Wilayah Bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi infirmasi tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dengan ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Kebantenan. Keempat prasasti ini merupakan keputusan (piteket) dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis dalam lima lembar lempeng tembaga. Sejak abad ke 5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara abad kea 8 Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke 14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni sebagai penghubung antara pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).

Sejarah Sebelum Tahun 1949

Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan dan jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina.

Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede).

Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.

Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi

Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :

* Rakyat bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi.
* Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto “SWATANTRA WIBAWA MUKTI”.

Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, yang seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa.

Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991 (1988 – 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR hingga tahun (1991 – 1997)

Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang “Kota”) melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).

Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003), Akhmad Zurfaih dan Moechtar Muhammad (periode 2003 – 2008), Mochtar Mochammad dan Rachmat Effendi (periode 2008-20013).

Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kec. Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto “SWATANTRA WIBAWA MUKTI”. Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke Kota Bekasi (Jl. Ir. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, pada saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah gedung perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi.

Pesatnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu kecamatan Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Bekasi Utara, yang seluruhnya meliputi 18 Kelurahan dan 8 desa. Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono. Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991, kemudian digantikan oleh Bapak Drs. H Khailani AR hingga tahun 1997.

Pada perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status kotif Bekasi pun kembali ditingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang “Kota”) melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996.

Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun, selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Februari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H. Nonon Sonthanie.
Lambang Daerah Kota Bekasi.

http://aawahyu.com/wp-content/uploads/2009/03/logo-bekasi.jpg

Melalui Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor : 01 Tahun 1998 disahkanlah lambang daerah Kota Bekasi. Lambang tersebut berbentuk perisai dengan warna dasar hijau muda dan biru langit yang berarti harapan masa depan dan keluasan wawasan serta jernih pikiran. Sesanti ” KOTA PATRIOT ” artinya adalah semangat pengabdian dalam perjuangan bangsa.

Di dalam Lambang Daerah tersebut terdapat lukisan-lukisan yang merupakan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Bambu runcing berujung lima yang berdiri tegak dengan kokoh mempunyai 2 (dua) makna :

  • Melambangkan hubungan vertikal Mahluk dengan Khaliknya (Manusia dengan Tuhannya) yang mencerminkan masyarakat Bekasi yang religius.
  • Melambangkan semangat patriotisme rakyat Bekasidalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa dan Negara yang tidak kenal menyerah sehingga Bekasi menyandang predikat sebagai Kota Patriot.

b. Perisai segi lima melambangkan ketahanan fisik dan mental masyarakat Bekasi dalam menghadapi segala macam ancaman, gangguan, halangan dan tantangan yang datang dari manapun juga terhadap kelangsungan hidup Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

c. Segi empat melambangkan Prasasti Perjuangan Kerawang Bekasi.

d. Pilar Batas Wilayah.

e. Padi dan Buah-buahan melambangkan jumlah Kecamatan dan Kelurahan / Desa pada saat membentuk Kota Bekasi.

  • Buah-buahan berjumlah 7 (tujuh) besar dan 1 (satu) kecil melambangkan 7 Kecamatan ; Pondok Gede, Jati Asih, Bantar Gebang, Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara serta 1 Kecamatan Pembantu ; Jati Sampurna.
  • Padi berjumlah 50 (lima puluh) butir melambangkan 50 Kelurahan / Desa.

f. Tali Simpul berjumlah 10 (sepuluh) yang mengikat ujung tangkai padi dan buah-buahan melambangkan tanggal Hari Jadi, 3 (tiga) buah Anak Tangga penyangga Bambu Runcing melambangkan bulan Hari Jadi Kota Bekasi.

g. Dua baris Gelombang Laut atau Riak Air melambangkan dinamika Masyarakat dan Pemerintah Daerah yang tidak akan pernah berhenti membangun Daerah dan Bangsanya.

Sedangkan warna-warna dalam Lambang Daerah mengandung makna sebagai berikut :

Kuning :

Kemuliaan dan menunjukkan daerah Pemukiman.

Biru Langit :

Keluasan wawasan dan kejernihan pikiran serta menunjukkan zone Industri.

Putih :

Kesucian perjuangan.

Merah :

Keberanian untuk berkorban serta menunjukkan daerah Pertanian dan Hortikultura.

Hijau Muda :

Harapan masa depan serta menunjukkan daerah Pertanian dan Hortikultura

Hitam :

Ketegaran patriot sejati.

Gedung Juang, Saksi Bisu Perlawanan Warga Bekasi

BEKASI – Bekasi, seperti halnya daerah lain memiliki sejarah panjang. Berbagai pertempuran pernah terjadi di Bekasi. Maka tak heran, bila Bekasi (kini sebagian besar masuk wilayah kabupaten) mendapat julukan sebagai “Kota Patriot”. Banyak peristiwa bersejarah tergores di daerah yang berbatasan dengan ibukota Jakarta tersebut. Di antaranya, peristiwa “Warung Arneng”, pertempuran “Warung Jengkol” dan pertempuran di Cakung yang dikenal sebagai “Bekasi Lautan Api”.

Seorang penyair kondang Chairil Anwar pernah mencantumkan nama Bekasi dalam sebuah sajaknya bertajuk “Antara Kerawang dan Bekasi”. Sebuah monumen berupa tugu perjuangan, kini berdiri di pusat kota Bekasi dan di sana tertulis sajak Chairil Anwar. Monumen ini, oleh Pemerintah Kota Bekasi, dijadikan sebagai tempat bumi perkemahan pramuka dan sebagai daerah paru-paru kota Bekasi.

Selain tugu perjuangan itu, Bekasi masih menyisahkan dua bangunan bersejarah. Kedua bangunan tersebut sebagai sisa-sisa puluhan bangunan bersejarah. Bangunan bersejarah lainnya habis dibakar saat revolusi fisik.

Bangunan bersejarah itu, kini dikenal dengan sebutan Gedung Tinggi, dahulu dikenal dengan nama Gedung Juang dan Gedung Pakpak. Gedung Juang yang berada di Jalan Hasanuddin Tambun, oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi, dijadikan perkantoran. Demikian juga Gedung Pakpak di Jalan Ir H Juanda, Pemerintah Kota Bekasi juga memanfaatkan sebagai perkantoran.

Gedung Juang bersejarah bangunan kolonial Belanda ini, tidak jauh dari Stasiun Kereta Api Tambun. Gedung ini merupakan salah satu gedung bersejarah yang turut menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Bekasi saat revolusi fisik. Ketika itu daerah Tambun dan Cibarusah menjadi pusat kekuatan pasukan republik Indonesia (RI).

Akibat serangan bertubi-tubi, pertahanan pasukan Belanda di Bekasi sering ditinggalkan. Mereka kemudian memusatkan diri ke daerah Klender Jakarta Timur. Maka, gedung ini sempat dijadikan sebagai pertahanan di front pertahanan Bekasi- Jakarta.

Dikuasai Tuan Tanah

Setelah pasukan Belanda meninggalkan Bekasi. Gedung Juang yang terdiri dari dua lantai ini, dimiliki dan dikuasai seorang tuan tanah keturunan Cina bernama Kouw Oen Huy. Tuan tanah yang berhasil menguasai ratusan hektare tanah di Kecamatan Tambun, bahkan memiliki perkebunan karet. Ia digelari ‘Kapitaen’.

Ia tidak hanya menguasai tanah di Tambun tapi juga daerah Tekuk Pucung yang jaraknya puluhan kilo meter dari Tambun, termasuk di daerah Cakung, juga menjadi milik tuan tanah ini.

Gedung Juang yang kini menjadi perkatoran milik Pemeritah Kabupaten Bekasi, dibangun dua tahap, tahun 1906 dan tahun 1925. Pada awalnya, di bagian halaman muka Gedung Juang ini, dijadikan taman buah yang diantaranya banyak ditanami pohon mangga yang pada saat itu belum pernah dikenal masyarakat Tambun dan Bekasi.

Tuan tanah Kouw Oen Huy, menguasai bangunan tua ini hingga 1942. Selanjutnya, tahun 1943, bangunan bersejarah tersebut berada di bawah pengawasan pemerintahan Jepang hingga tahun 1945. Tentara Jepang, juga menggunakan bangunan tua ini sebagai pusat kekuatannya dalam menjajah Indonesia.

Pada masa perjuangan kemerdekaan 1945, bangunan yang berlokasi di atas tanah sekitar 1000 meter ini, diambil alih oleh Komite Nasional Indonesia (KNI) untuk dijadikan sebagai Kantor Kabupaten Jatinegara. Pada masa itu, Bekasi dijadikan sebagai daerah front pertahanan, maka gedung tersebut berfungsi juga sebagai Pusat Komando Perjuangan RI dalam menghadapai Tentara Sekutu yang baru selesai perang dunia ke dua.

Di gedung yang mempunyai monumental ini, perudingan dan pertukaran tawanan perang terjadi. Sebagai lokasi pelaksanaan pertukaran tawanan, dilakukan di dekat Kali Bekasi yang kini tidak jauh dari rumah pegadaian Bekasi. Banyak tentara Jepang meninggal dibantai dan dibuang di Kali Bekasi, membuat setiap tahun tentara Jepang selalu melakukan tabur bunga di kali yang membentang kota Bekasi ini.

Dalam pertukaran tawanan, pejuang-pejuang RI oleh Belanda dipulangkan ke Bekasi, dan tawanan Belanda oleh pejuang RI dipulangkan ke Jakarta lewat kereta api yang lintasannya persis berada di belakang Gedung Juang. Gedung yang tidak jauh dari Pasar Tambun Bekasi ini, juga pernah dijadikan sebagai Pusat Komando Perjuangan RI pada masa perjuangan fisik. Dan gedung ini selalu menjadi sasaran tembak pesawat udara dan meriam Belanda. Banyak keanehan pada gedung ini. Ketika meriam Belanda dijatuhkan di atas bangunan tersebut, ternyata meriam itu tidak meledak dan hanya merusak sebagian kecil bangunan.

Akhir 1947, ketika Belanda menghianati perundingan Linggarjati tanggal 21 Juli, Belanda mengadakan aksi pertama. Mengingat gedung ini merupakan markas basis pertahanan, maka tidak mengherankan bila di sekitar gedung ini sering terjadi pertempuran dan pembantaian yang bertubi-tubi. Bahkan gedung ini pernah di duduki Belanda/NICA hingga tahun 1949. Namun, gedung yang sangat mempunyai nilai sejarah dan merupakan kebangganaan mayarakat Bekasi ini, kembali berhasil direbut oleh pejuang Bekasi pada awal 1950.

Museum Perjuangan Bekasi

Pertempuran pun usai, dan negara Indonesia kembali bersatu. Maka, fungsi gedung ini mengalamai berbagai perkembangan. Selain bangunan bersejarah, bangunan tersebut sering digunakan sebagai pusat aktivitas.

Di antaranya, tahun 1950 setelah Tambun dikuasai lagi oleh Republik Indonesia, gedung ini diisi dan ditempati pertama sekali oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi.

Juga pernah digunakan sebagai kantor Jawatan Pertanian dan jawatan-jawatan lainnya sampai akhir 1982. Bangunan yang berada di bagian timur Bekasi ini, juga sempat dijadikan sebagai tempat persidangan-persidangan DPRDS, DPRD-P, DPRD TK II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun 1960.

Tahun 1951, di gedung ini sempat diisi TNI Angkatan Darat Batalyon “Kian Santang”. Tahun 1962, kemudian gedung ini dibeli Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Ketika peristiwa Gerakan G 30S/PKI pecah, gedung ini juga sempat dijadikan sebagai penampungan Tahanan Politik (Tapol) PKI.

Mengingat letaknya yang strategis, oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi saat Bupati Bekasi dijabat Abdul Fatah, bangunan ini sempat dijadikan sebagai tempat perkuliahan bagi mahasiswa Akademi Pembangunan Desa (APD) yang merupakan cikal bakal pembangunan perguruan tinggi di Bekasi, dan kini dikenal dengan Universitas Islam 45 (Unisma).

Manfaat lain gedung ini, juga sempat digunakan sebagai Kantor BP-7 dan Kantor Legium Veteran. Tahun 1999, di gedung menjadi sekretraist Pemilu. Lalu menjadi kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Sekretarit Kantor Pepabri dan Weredatama. Kini gedung yang menghadap timur ini, menjadi kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kantor Tenaga Kerja Pemertintah Kabupaten Bekasi.

Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Damanhuri Husein pernah menyarankan agar pemanfaatan Gedung Juang yang kini juga dikenal Gedung Tinggi sebaiknya bukan sebagai perkantoran pemerintahan. “Sebaiknya dan saya lebih setuju Gedung Juang itu dijadikan sebagai museum perjuangan Bekasi, karena mempunyai nilai sejarah yang cukup tinggi dan monumental. Kalau gedung ini dijadikan perkantoran nilai sejarah dan maknanya akan hilang,” usul warga Bekasi asli ini.

Untuk menjadikan museum, pemerintah setempat harus peduli dan melakukan perbaikan-perbaikan. Maka, gedung ini dapat dijadikan sebagai salah satu saksi bisu sejarah perjuangan RI khususnya Bekasi. Bangunan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan obyek wisata bersejarah di Bekasi.

Bagi Damanhuri Husein, bangunan itu tidak cocok sebagai perkantoran apalagi di gedung itu, terutama di lantai dua sepanjang 24 jam selalu penuhi kotoran kelelawar (kampret). “Ya, namanya bangunan lama, banyak kampretnyalah. Maka sangat tidak tepat sebagai perkantoran, “ komentar Damanhuri yang penjuang 45 itu.